Jumat, 03 Mei 2013

KEBIJAKAN MONETER

KEBIJAKAN MONETER

Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. 
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.

Jenis-jenis Kebijakan Moneter
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
•        Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy)
•        Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :

•        Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

•        Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

•        Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

•        Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

Tujuan Kebijakan Moneter
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Dengan terciptanya perbankan yang sehat dan kuat di satu sisi, dan perbankan yang dapat menjalankan fungsi intermediasinya secara efektif dan efisien di sisi lainnya, bukanlah dua hal yang dapat dipisahkan. Selain itu, industri perbankan perlu terus berbenah untuk meningkatkan daya saing terutama dalam menghadapi tantangan ekonomi yang semakin meningkat pesat. 
Dengan memandang bahwa pengelolaan ekonomi makro kedepan masih harus berhadapan dengan risiko global dan kompleksitas permasalahan domestik yang begitu besar, arah kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2012 akan di arahkan dalam rangka:

1.    Mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam mendorong kapasitas perekonomian sekaligus memitigasi risiko perlambatan ekonomi global.
2.    Meningkatkan efisiensi perbankan untuk mengoptimalkan kontribusinya dalam perekonomian, dengan tetap memperkuat ketahanan perbankan.
3.    Meningkatkan efisiensi, kehandalan, dan keamanan sistem pembayaran, baik dalam sistem pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri.
4.    Memperkuat ketahanan makro dengan memantapkan koordinasi dalam manajemen pencegahan dan penanganan krisis (PMK).
5.    Mendukung pemberdayaan sektor riil termasuk melanjutkan upaya perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat
Strategi operasi kebijakan moneter akan tetap diarahkan untuk menjaga kestabilan suku bunga di pasar uang rupiah, mendukung stabilitas nilai tukar, dan memelihara stabilitas pasar keuangan. Saya memandang, bentuk stabilitas tersebut perlu memberikan ruang yang lebih luas bagi pendalaman pasar keuangan nasional.
Kebijakan Bank Indonesia di nilai tukar akan tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dengan memperhatikan pencapaian keseimbangan internal dan eksternal perekonomian, serta memberikan kepastian bagi seluruh pelaku ekonomi. Sejak Januari 2012, kebijakan stabilisasi nilai tukar akan didukung oleh implementasi kebijakan kewajiban penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri (DULN) di bank domestik. Bank Indonesia juga tengah me-review ketentuan-ketentuan untuk memperkaya instrument di pasar valas dalam rangka menghidupkan transaksi lindung nilai (hedging).
Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, Bank Indonesia akan mengoptimalkan fungsi Kantor Bank Indonesia (KBI) sebagai fasilitator dan katalisator percepatan pembangunan di daerah, Untuk dapat mewujudkan hal tersebut memerlukan komitmen yang kuat dan dukungan dari banyak pihak termasuk dari kementerian terkait seperti Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, termasuk dari Pemerintah Daerah
Kebijakan penguatan ketahanan perbankan dilakukan melalui peningkatan permodalan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi ke depan dan antisipasi perubahan siklus bisnis. Melalui kebijakan ini perbankan Indonesia akan lebih siap dalam mengantisipasi berbagai risiko karena dapat di-cover dengan permodalan yang mencukupi.
Dari aspek perlindungan nasabah dan tata kelola perbankan juga merupakan dua aspek yang perlu memperoleh perhatian. Beberapa kasus fraud di perbankan yang menyita perhatian pada tahun 2011 memerlukan penataan kembali kebijakan terkait dengan kedua aspek di tersebut. Oleh karena itu, pada tahun 2012 Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan untuk menyempurnakan aspek perlindungan nasabah dan calon nasabah.
Lebih lanjut, untuk peningkatan kualitas tata kelola perbankan, Bank Indonesia akan menyempurnakan ketentuan transparansi laporan keuangan, khususnya yang terkait laporan keuangan publikasi, dan pengaturan terhadap akuntan publik yang digunakan oleh perbankan. Bank Indonesia juga terus mengkaji kebijakan kepemilikan di perbankan dan kebijakan multi-license seiring dengan semakin kompleksnya kegiatan usaha bank.

Di luar aspek penguatan daya saing dan ketahanan perbankan, Bank Indonesia akan mendorong intermediasi perbankan melalui beberapa langkah sebagai berikut :

1.    Melanjutkan upaya mendukung perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat khususnya layanan perbankan bagi masyarakat pedesaan berbiaya rendah, termasuk peningkatan kualitas program Tabunganku, pengembangan edukasi keuangan, pelaksanaan Financial Identity Number dan pelaksanaan survei literacy.
2.    Memfasilitasi intermediasi untuk mendukung pembiayaan di berbagai sektor potensial bekerjasama dengan berbagai instansi pemerintah. Disamping itu, akan pula dikaji mengenai berbagai hambatan dalam pembiayaan untuk sektor-sektor yang tingkat pertumbuhan kreditnya masih relatif rendah. Terkait dengan kebutuhan pembiayaan sektor-sektor yang secara komersial tidak diminati oleh perbankan namun memiliki peran strategis dalam perekonomian, Bank Indonesia bersama-sama dengan pemerintah akan mengembangkan berbagai skim pembiayaan.

Bank Indonesia pun berketetapan untuk mengambil posisi kepemimpinan dalam menentukan arah kebijakan pengembangan jasa pembayaran ke depan. Koordinasi kebijakan antar instansi dan otoritas akan terus dibutuhkan, terlebih karena terdapat pengembangan jasa pembayaran yang melibatkan pihak di luar bank sentral. Pengembangan industri jasa pembayaran nasional ke depan akan dilakukan melalui sejumlah upaya yaitu :

1.    Pertama, peningkatan keamanan dan kehandalan penyelenggaraan jasa pembayaran melalui penerapan mitigasi risiko termasuk memanfaatkan kemajuan teknologi, penguatan kerangka hukum, penguatan pengawasan, serta peningkatan peran industri jasa pembayaran nasional;
2.    Kedua, peningkatan efisiensi penyelenggaraan jasa pembayaran nasional, termasuk mendorong terciptanya interoperabilitas dan interkoneksi di antara berbagai penyelenggara jasa pembayaran.
3.    Ketiga, peningkatan perlindungan konsumen melalui peningkatan transparansi oleh pelaku jasa pembayaran, serta penguatan pengaturan perlindungan konsumen.
Berbagai program pengembangan jasa pembayaran nasional dituangkan dalam cetak biru, yang secara terpadu menjadi pedoman dalam mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, aman dan handal.


INFLASI

BAB I. PENGERTIAN INFLASI

Inflasi merupakan salah satu penyakit ekonomi di setiap negara. Semua negara baik negara maju maupun berkembang pasti mengalami apa yang disebut inflasi, hanya besarannya saja yang berbeda. Tingkat inflasi yang dialami negara maju seperti Amerika dan Jepang misalnya mengalami inflasi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Pengertian inflasi sering didefinisikan dengan kalimat yang berbeda-beda. Meskipun pernyataan dalam definisi itu berbeda tetapi semuanya mempunyai maksud yang sama, yaitu membicarakan mengenai barang-barang kebutuhan masyarakat yang harganya naik secara terus-menerus. Jadi, yang dimaksud dengan inflasi adalah suatu peristiwa dalam perekonomian di mana ada kecenderungan harga-harga dari semua barang naik secara terus-menerus atau berulang-ulang.
Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.  Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.


BAB II MACAM-MACAM INFLASI

Berdasarkan alasan-alasan tertentu inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Secara berturut-turut perbedaan ini dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Menurut Tingkat Keparahan atau Laju Inflasi
1) Inflasi ringan  (creeping inflation)
Adalah inflasi yang lajunya kurang dari 10 % setahun, sehingga inflasi ini tidak begitu dirasakan. Inflasi ini sering disebut juga inflasi yang merayap, dan tidak begitu mengganggu perekonomian secara nasional. Seperti pada tahun 2004 lalu di Indonesia laju inflasi di bawah 10 %, sehingga perekonomian Indonesia pada posisi yang stabil. Lihat gambar berikut :





2) Inflasi sedang
Adalah inflasi yang lajunya antara 10%-30% setahun. Pada tingkatan ini mulai dapat dirasakan naiknya harga-harga meski tidak begitu signifikan, dan jika tidak segera diatasi akan menjadi inflasi berat.
3) Inflasi berat
Inflasi yang lajunya berada pada batas antara 30%-100% setahun. Pada tingkat ini harga-harga kebutuhan masyarakat naik secara signifikan dan sulit dikendalikan. Indonesia pernah mengalami inflasi berat pada tahun 1998. Pada waktu itu inflasi per Desember mencapai 77,63 %.
4) Hiperinflasi
Jenis inflasi ini sangat dirasakan karena dapat terjadi secara besar-besaran dan jika diukur berada di atas 100% setahun. Di Indonesia pada tahun 1966 pernah mengalami inflasi sebesar 600%, hal ini disebab-kan pencetakan uang baru secara besar-besaran untuk menutup defisit anggaran pada waktu itu.

b. Menurut Penyebab Awal Inflasi
1) Inflasi tarikan permintaan  (  demand pull inflation.)
Adalah inflasi yang disebabkan adanya kenaikan permintaan. Kenaikan permintaan ini sering dinamakan kelebihan permintaan. Kenaikan permintaan masyarakat akan barang-barang dan jasa ini bisa disebabkan oleh:
    a) bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang baru;
    b) bertambahnya investasi swasta karena adanya kredit murah; dan
    c) bertambahnya permintaan barang-barang ekspor.
Apabila permintaan barang-barang tersebut bertambah terus-menerus, sedangkan seluruh faktor-faktor produksi sudah sepenuhnya digunakan maka hal ini akan mengakibatkan kenaikan harga. Kenaikan harga yang secara terus-menerus inilah yang disebut inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh
adanya kenaikan permintaan inilah yang dinamakan inflasi tarikan (Demand Pull Inflation). Untuk  menerangkan inflasi Demand Pull Inflation perhatikan gambar berikut :

Apabila ada perkiraan bahwa waktu yang akan datang akan terjadi inflasi, maka pihak perusahaan akan selalu menaikkan harga dan para buruh akan selalu minta kenaikan upah, akibat dari tindakan ini ditunjukkan oleh bergesernya kurva supply yang horisontal ke atas.
Pergeseran kurva supply ini akan mengakibatkan harga naik dari P2 menjadi P3. Selanjutnya hal ini akan mengakibatkan inflasi pada sisi penawaran dengan harga yang naik terus-menerus dan diikuti turunnya produksi dari Y2 menjadi Y1, demikian seterusnya.

 c. Berdasarkan Asal Inflasi
1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri disebut  domestic inflation, yaitu inflasi yang disebabkan adanya peristiwa ekonomi dalam negeri, misalnya terjadi defisit anggaran belanja negara yang secara terus-menerus, kemudian pemerintah memerintahkan Bank Indonesia untuk mencetak uang baru dalam jumlah besar. Atau misalnya karena panen yang gagal secara menyeluruh.
2) Inflasi yang tertular dari luar negeri, yang dikenal dengan  imported inflation, yaitu penularan melalui harga barang impor. Inflasi ini umumnya terjadi di negara berkembang yang mana sebagaian besar bahan baku dan peralatan dalam unit produksinya berasal dari luar negeri. Misalnya di Jepang terjadi inflasi, sedangkan bahan-bahan untuk keperluan industri perakitan mobil, elektronik, foto, tekstil, farmasi dan lain-lain Indonesia mengimpor dari Jepang.
Dengan adanya inflasi maka bahan-bahan tersebut ikut naik. Indonesia sebagai negara pengimpor mau tidak mau juga harus mengikuti kenaikan harga tersebut, imbasnya mau tidak mau hasil produksi dari unit produksi juga akan naik.

BAB III SEBAB-SEBAB INFLASI

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu
Tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan Desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service)
Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan.
Inflasi desakan biaya (ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran.